Malam ini, 7 Januari 2016. Di
sebuah tanggal yang bisa terbilang baru di tahun yang baru, aku kembali duduk
di depan layar canggih yang selalu menemaniku beberapa tahun terakhir ini. aku lihat di pojok kanan layar canggih
yang biasa ku sebut dengan laptop itu menunjukan pukul 10 malam lewat lima
menit.
Ahh... malam ini, kenapa harus
malam ini? Entah, yang jelas malam ini aku kembali mengingat sebuah, ahh tidak
lebih tepatnya seseorang. Aku mengingat
seseorang yang mengingatkanku pada sesuatu yang lainnya. Rumit memang, tapi yaa
beginilah.
Biar ku ceritakan, sebuah kisah
yang aku alami beberapa tahun lalu.
Dulu, aku punya sebuah
layang-layang. Layang-layang terindah yang pernah aku miliki jika harus ku
bandingkan dengan layang-layang yang lainnya. Warnanya tidak terlalu mencolok,
namun menarik. Layang-layang biasa bagi yang lain, namun bagiku dialah
layang-layang luar biasa. Tak ada layang-layang lain yang mampu terbang lebih tinggi melebihi
layang-layangku. Di langitku, di langit milikku sendiri, hanya layang-layang
itu yang mampu terbang melebihi batas cakrawalaku.
Perlu kau tahu, tak mudah bagiku
untuk memilikinya. Layang-layang itu tak aku dapatkan dengan cara membeli,
ataupun membuatnya sendiri. Aku mendapatnya dalam sebuah perjalanan panjang yang
penuh perjuangan. Aku harus berlari melebihi kecepatan angin untuk mengejarnya,
aku terjatuh ketika aku bertemu batu, aku terluka ketika aku mencoba menarik
benangnya, sungguh tak mudah. Namun memar, luka, dan darah itu aku rasa semua
terbayar sudah ketika layang-layang yang aku inginkan telah aku dapatkan.
Di hari layang-layang itu telah
menjadi milikku, aku sungguh bahagia. Aku bisa menerbangkannya setiap kali aku
ingin melihat dia terbang, aku bisa membawanya kemanapun aku mau. Kami, aku dan
layang-layangku bermain melawan angin bersama.
Aku berlari dan dia terbang, bersama-sama kami menjelajahi padang luas
berangin. Teramat sangat menyenangkan, selalu begitu setiap hari.
Hingga aku tiba pada titik
terjenuhku, aku pikir layang-layang yang telah menjadi milikku akan selalu
menjadi milikku. Namun ternyata aku salah, suatu hari di padang yang sama, aku
kembali menerbangkannya. Layang-layangku telah terbang tinggi, namun aku
menginginkan dia lebih tinggi. Aku terus mengulur talinya membuat dia terbang
semakin jauh dan menjauhiku. Awalnya aku senang, bahagia melihat dia berada
jauh di atas sana. Namun semuanya berubah ketika aku menyadari bahwa semesta
tak bekerja sendiri. Angin tak hanya satu. Dan entah mengapa pada hari itu,
seakan-akan semua angin bersatu untuk merebut layang-layangku, merenggut
kebahagiaanku. Benang kuat yang aku ikatkan pada layang-layang itu putus begitu
saja, membawanya terbang jauh entah kemana. Aku berlari mengejarnya, aku
berlari dengan cepat dan semakin cepat. Namun percuma, layang-layang itu telah
pergi jauh entah kemana.
Aku lelah, aku sedih, aku
terluka, aku terus berjalan dalam rasa putus asa. Terus melangkah dan berharap
akan menemukannya di depan sana. Hingga di satu titik di jalan panjang itu, aku
melihat layang-layangku, namun layang-layang itu telah berada pada genggaman
tangan orang lain.
Dari jauh aku perhatikan
bagaimana orang itu. Dia tersenyum, iya... dia tersenyum dengan senyuman yang
sama yang pernah aku miliki dulu. Dia bahagia dengan kebahagiaan yang pernah
aku rasakan dulu. Layang-layang yang aku pikir akan selalu menjadi milikku,
kini telah menemukan pemilik barunya.
EmoticonEmoticon