Tuesday, 2 February 2016

Layang-layang



Malam ini, 7 Januari 2016. Di sebuah tanggal yang bisa terbilang baru di tahun yang baru, aku kembali duduk di depan layar canggih yang selalu menemaniku beberapa tahun terakhir  ini. aku lihat di pojok kanan layar canggih yang biasa ku sebut dengan laptop itu menunjukan pukul 10 malam lewat lima menit.
Ahh... malam ini, kenapa harus malam ini? Entah, yang jelas malam ini aku kembali mengingat sebuah, ahh tidak lebih tepatnya seseorang.  Aku mengingat seseorang yang mengingatkanku pada sesuatu yang lainnya. Rumit memang, tapi yaa beginilah.
Biar ku ceritakan, sebuah kisah yang aku alami beberapa tahun lalu.
Dulu, aku punya sebuah layang-layang. Layang-layang terindah yang pernah aku miliki jika harus ku bandingkan dengan layang-layang yang lainnya. Warnanya tidak terlalu mencolok, namun menarik. Layang-layang biasa bagi yang lain, namun bagiku dialah layang-layang luar biasa. Tak ada layang-layang lain yang  mampu terbang lebih tinggi melebihi layang-layangku. Di langitku, di langit milikku sendiri, hanya layang-layang itu yang mampu terbang melebihi batas cakrawalaku.
Perlu kau tahu, tak mudah bagiku untuk memilikinya. Layang-layang itu tak aku dapatkan dengan cara membeli, ataupun membuatnya sendiri. Aku mendapatnya dalam sebuah perjalanan panjang yang penuh perjuangan. Aku harus berlari melebihi kecepatan angin untuk mengejarnya, aku terjatuh ketika aku bertemu batu, aku terluka ketika aku mencoba menarik benangnya, sungguh tak mudah. Namun memar, luka, dan darah itu aku rasa semua terbayar sudah ketika layang-layang yang aku inginkan telah aku dapatkan.
Di hari layang-layang itu telah menjadi milikku, aku sungguh bahagia. Aku bisa menerbangkannya setiap kali aku ingin melihat dia terbang, aku bisa membawanya kemanapun aku mau. Kami, aku dan layang-layangku bermain melawan angin bersama.  Aku berlari dan dia terbang, bersama-sama kami menjelajahi padang luas berangin. Teramat sangat menyenangkan, selalu begitu setiap hari.
Hingga aku tiba pada titik terjenuhku, aku pikir layang-layang yang telah menjadi milikku akan selalu menjadi milikku. Namun ternyata aku salah, suatu hari di padang yang sama, aku kembali menerbangkannya. Layang-layangku telah terbang tinggi, namun aku menginginkan dia lebih tinggi. Aku terus mengulur talinya membuat dia terbang semakin jauh dan menjauhiku. Awalnya aku senang, bahagia melihat dia berada jauh di atas sana. Namun semuanya berubah ketika aku menyadari bahwa semesta tak bekerja sendiri. Angin tak hanya satu. Dan entah mengapa pada hari itu, seakan-akan semua angin bersatu untuk merebut layang-layangku, merenggut kebahagiaanku. Benang kuat yang aku ikatkan pada layang-layang itu putus begitu saja, membawanya terbang jauh entah kemana. Aku berlari mengejarnya, aku berlari dengan cepat dan semakin cepat. Namun percuma, layang-layang itu telah pergi jauh entah kemana.
Aku lelah, aku sedih, aku terluka, aku terus berjalan dalam rasa putus asa. Terus melangkah dan berharap akan menemukannya di depan sana. Hingga di satu titik di jalan panjang itu, aku melihat layang-layangku, namun layang-layang itu telah berada pada genggaman tangan orang lain.
Dari jauh aku perhatikan bagaimana orang itu. Dia tersenyum, iya... dia tersenyum dengan senyuman yang sama yang pernah aku miliki dulu. Dia bahagia dengan kebahagiaan yang pernah aku rasakan dulu. Layang-layang yang aku pikir akan selalu menjadi milikku, kini telah menemukan pemilik barunya.